Khalifah 28 Juli 2019 - Memelihara Sifat Malu
Sifat Malu Telah Diajarkan Para Nabi Terdahulu
Rasa malu itu warisan para nabi. Artinya, telah diajarkan oleh para Nabi sebelum kita.
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshary Al-Badry radhiallahu ’anhu, dia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu, perbuatlah sesukamu’.” (HR. Bukhari, no. 3483)
Penilaian Hadits Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari dari riwayat Manshur bin Al-Mu’tamar dari Rib’iy bin Hirasy dari Abu Mas’ud dari Hudzaifah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ada perbedaan dalam sanad hadits ini. Namun, sebagian besar ahli hadits mengatakan bahwa ini adalah perkataan Abu Mas’ud. Yang mengatakan demikian adalah Al-Bukhari, Abu Zur’ah, Ar-Raziy, Ad-Daruquthniy, dan lain-lain. Yang menunjukkan kebenaran hal ini adalah bahwa telah diriwayatkan dengan jalan lain, dari Abu Mas’ud pada riwayat Masruq. Dikeluarkan pula oleh Ath-Thabraniy dari hadits Abu Ath-Thufail dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga. (Lihat Jami’ Al-‘ulum wa Al-Hikam, hlm. 255, Ibnu Rajab Al-Hambali, Darul Hadits Al-Qahirah)
Sifat Malu adalah Warisan Para Nabi Terdahulu
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan mengenai perkataan dalam hadits tersebut:
Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu.
“Hadits ini menunjukkan bahwa sifat malu adalah sisa (atsar) dari ajaran Nabi terdahulu. Kemudian manusia menyebarkan dan mewariskan dari para Nabi tersebut pada setiap zaman. Maka hal ini menunjukkan bahwa kenabian terdahulu biasa menyampaikan perkataan ini sehingga tersebarlah di antara orang-orang hingga perkataan ini juga akhirnya sampai pada umat Islam.” (Jami’ Al-‘ulum wa Al-Hikam, hlm. 255)
Yang dimaksudkan dengan (النُّبُوَّةِ الأُوْلَى) adalah kenabian terdahulu yaitu (mulai dari) awal Rasul dan Nabi: Nuh, Ibrahim dan lain-lain (Syarh Arba’in Syaikh Shalih Alu Syaikh, hlm. 112).
Perkataan umat terdahulu bisa saja dinukil melalui jalan wahyu yaitu Al Qur’an, As Sunnah (hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) atau dinukil dari perkataan orang-orang terdahulu. (Syarh Arba’in Syaikh Shalih Alu Syaikh, hlm. 207)
Karena hal ini adalah perkataan Nabi terdahulu maka hal ini menunjukkan bahwa perkataan ini memiliki faedah yag besar sehingga sangat penting sekali untuk diperhatikan.
Syariat Sebelum Islam
Ada pelajaran penting yang patut dipahami. Syariat sebelum Islam atau syariat yang dibawa oleh nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi menjadi tiga :
Ajaran yang dibenarkan oleh syari’at Islam, maka ajaran ini shohih dan diterima
Ajaran yang dibatalkan oleh syari’at Islam, maka ajaran ini bathil dan tertolak
Ajaran yang tidak diketahui dibenarkan atau disalahkan oleh syari’at Islam, maka sikap kita adalah tawaqquf (berdiam diri, tidak berkomentar apa-apa). Namun, apabila perkataan semacam ini ingin disampaikan kepada manusia dalam rangka sebagai nasehat dan semacamnya maka hal ini tidaklah mengapa, dengan syarat tidak dianggap bahwa perkataan itu multak benar. (Lihat Syarh Arba’in Syaikh Ibnu Utsaimin, hlm. 207-208)
Keutamaan Rasa Malu
Rasa malu merupakan bentuk keimanan. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Malu merupakan bagian dari keimanan.” (HR. Muslim, no. 161)
Rasa malu ini juga dipuji oleh Allah.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Sesungguhnya Allah itu Maha Malu dan Maha Menutupi, Allah cinta kepada sifat malu dan tertutup, maka jika salah seorang di antara kalian itu mandi maka hendaklah menutupi diri.” (HR. Abu Daud no. 4014, dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Malu Terkait Hak Allah dan Hak Sesama
Pertama, malu yang berkaitan dengan hak Allah. Seseorang harus memiliki rasa malu ini, dia harus mengetahui bahwa Allah mengetahui dan melihat setiap perbuatan yang dia lakukan, baik larangan yang diterjangnya maupun perintah yang dilakukannya.
Kedua, malu yang berkaitan dengan hak manusia. Seseorang juga harus memiliki rasa malu ini, agar ketika berinteraksi dengan sesama, dia tidak berperilaku yang tidak pantas (menyelisihi al-muru’ah) dan berakhlak jelek. Syaikh Ibnu Utsaimin memberi contoh.
Sumber https://rumaysho.com/13024-sifat-malu-telah-diajarkan-para-nabi-terdahulu.html
Property Of TransMedia
Web
https://www.trans7.co.id
Contact
https://www.trans7.co.id/contact
Tag
#Khalifah #UstadzBudiAshari #Trans7
Видео Khalifah 28 Juli 2019 - Memelihara Sifat Malu канала Pangeran Kalbar
Rasa malu itu warisan para nabi. Artinya, telah diajarkan oleh para Nabi sebelum kita.
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshary Al-Badry radhiallahu ’anhu, dia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu adalah: ‘Jika engkau tidak malu, perbuatlah sesukamu’.” (HR. Bukhari, no. 3483)
Penilaian Hadits Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari dari riwayat Manshur bin Al-Mu’tamar dari Rib’iy bin Hirasy dari Abu Mas’ud dari Hudzaifah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ada perbedaan dalam sanad hadits ini. Namun, sebagian besar ahli hadits mengatakan bahwa ini adalah perkataan Abu Mas’ud. Yang mengatakan demikian adalah Al-Bukhari, Abu Zur’ah, Ar-Raziy, Ad-Daruquthniy, dan lain-lain. Yang menunjukkan kebenaran hal ini adalah bahwa telah diriwayatkan dengan jalan lain, dari Abu Mas’ud pada riwayat Masruq. Dikeluarkan pula oleh Ath-Thabraniy dari hadits Abu Ath-Thufail dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga. (Lihat Jami’ Al-‘ulum wa Al-Hikam, hlm. 255, Ibnu Rajab Al-Hambali, Darul Hadits Al-Qahirah)
Sifat Malu adalah Warisan Para Nabi Terdahulu
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan mengenai perkataan dalam hadits tersebut:
Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu.
“Hadits ini menunjukkan bahwa sifat malu adalah sisa (atsar) dari ajaran Nabi terdahulu. Kemudian manusia menyebarkan dan mewariskan dari para Nabi tersebut pada setiap zaman. Maka hal ini menunjukkan bahwa kenabian terdahulu biasa menyampaikan perkataan ini sehingga tersebarlah di antara orang-orang hingga perkataan ini juga akhirnya sampai pada umat Islam.” (Jami’ Al-‘ulum wa Al-Hikam, hlm. 255)
Yang dimaksudkan dengan (النُّبُوَّةِ الأُوْلَى) adalah kenabian terdahulu yaitu (mulai dari) awal Rasul dan Nabi: Nuh, Ibrahim dan lain-lain (Syarh Arba’in Syaikh Shalih Alu Syaikh, hlm. 112).
Perkataan umat terdahulu bisa saja dinukil melalui jalan wahyu yaitu Al Qur’an, As Sunnah (hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) atau dinukil dari perkataan orang-orang terdahulu. (Syarh Arba’in Syaikh Shalih Alu Syaikh, hlm. 207)
Karena hal ini adalah perkataan Nabi terdahulu maka hal ini menunjukkan bahwa perkataan ini memiliki faedah yag besar sehingga sangat penting sekali untuk diperhatikan.
Syariat Sebelum Islam
Ada pelajaran penting yang patut dipahami. Syariat sebelum Islam atau syariat yang dibawa oleh nabi sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terbagi menjadi tiga :
Ajaran yang dibenarkan oleh syari’at Islam, maka ajaran ini shohih dan diterima
Ajaran yang dibatalkan oleh syari’at Islam, maka ajaran ini bathil dan tertolak
Ajaran yang tidak diketahui dibenarkan atau disalahkan oleh syari’at Islam, maka sikap kita adalah tawaqquf (berdiam diri, tidak berkomentar apa-apa). Namun, apabila perkataan semacam ini ingin disampaikan kepada manusia dalam rangka sebagai nasehat dan semacamnya maka hal ini tidaklah mengapa, dengan syarat tidak dianggap bahwa perkataan itu multak benar. (Lihat Syarh Arba’in Syaikh Ibnu Utsaimin, hlm. 207-208)
Keutamaan Rasa Malu
Rasa malu merupakan bentuk keimanan. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Malu merupakan bagian dari keimanan.” (HR. Muslim, no. 161)
Rasa malu ini juga dipuji oleh Allah.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
”Sesungguhnya Allah itu Maha Malu dan Maha Menutupi, Allah cinta kepada sifat malu dan tertutup, maka jika salah seorang di antara kalian itu mandi maka hendaklah menutupi diri.” (HR. Abu Daud no. 4014, dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Malu Terkait Hak Allah dan Hak Sesama
Pertama, malu yang berkaitan dengan hak Allah. Seseorang harus memiliki rasa malu ini, dia harus mengetahui bahwa Allah mengetahui dan melihat setiap perbuatan yang dia lakukan, baik larangan yang diterjangnya maupun perintah yang dilakukannya.
Kedua, malu yang berkaitan dengan hak manusia. Seseorang juga harus memiliki rasa malu ini, agar ketika berinteraksi dengan sesama, dia tidak berperilaku yang tidak pantas (menyelisihi al-muru’ah) dan berakhlak jelek. Syaikh Ibnu Utsaimin memberi contoh.
Sumber https://rumaysho.com/13024-sifat-malu-telah-diajarkan-para-nabi-terdahulu.html
Property Of TransMedia
Web
https://www.trans7.co.id
Contact
https://www.trans7.co.id/contact
Tag
#Khalifah #UstadzBudiAshari #Trans7
Видео Khalifah 28 Juli 2019 - Memelihara Sifat Malu канала Pangeran Kalbar
Показать
Комментарии отсутствуют
Информация о видео
Другие видео канала
Ruqyah 12 Januari 2019 - Bila Hati TerguncangPoros Surga 8 Desember 2019 - Musuh Musuh IslamKhalifah 16 Juni 2019 - Ramadhan Usai, Jagalah Semangat IbadahKhazanah 25 Januari 2019 - Ruqyah Mandiri Mengusir A'inRuqyah 16 Juni 2019 - Memutus Jin LeluhurKhazanah 10 Desember 2018 - Kewajiban Menjaga AmanahKhazanah 3 Oktober 2019 - Berbakti Kepada Orang TuaPerilaku Meminta Minta | Khalifah 3 November 2019 | Ustadz Budi AshariTerapi Garam | Khazanah 5 Februari 2020Khalifah 9 Juni 2019 - Mengisi Hari KemenanganKhazanah 19 Juni 2018 - Surat Surat Istimewa Dalam Al QuranKhazanah 15 Februari 2019 - Praktik Shalat Sesuai Sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi WasallamBangga Menjadi Muslim | Khalifah 9 Februari 2020 | Ustadz Budi AshariPoros Surga 4 Februari 2018 - Sifat SombongPoros Surga 16 Desember 2018 - Menguak Rahasia UmurKhazanah 30 Maret 2019 - Majelis Ilmu Adalah Taman SurgaPoros Surga 23 Desember 2018 - Rahmat Menyayangi SesamaKahzanah 23 Maret 2019 - Aamiin, Satu Kata Untuk Gugurkan Dosa Yang Telah LaluRuqyah 13 Januari 2019 - Akibat Ulah JinKhazanah 5 Juni 2019 - Eidul Fitri, Bukan Kembali SuciMelacak Buhul Gaib | Ruqyah 19 Januari 2020 | Ustadz Azzimam Aulia Arrahman