Загрузка...

Saksi Mata Kekejaman PKI di Bibir Sungai Bengawan Solo

Saksi Mata Kekejaman PKI di Bibir Sungai Bengawan Solo

Kesaksian seorang pemuda di Solo lihat pembantaian PKI di Sungai Bengawan Solo. Cerita kesaksian pemuda di Solo yang melihat pembantaian di sungai Bengawan Solo yang dilakukan pendukung PKI ini dikutip dari artikel berjudul,"Penuturan Saksi Mata Pembantaian Korban PKI di Kedung Kopi Solo," yang dimuat di situs berita Detik.com.

Pemuda yang mengaku menyaksikan pembantaian berdarah itu bernama Usman Amirodin. Dia adalah saksi kekejaman PKI dan pembantaian di Kedung Kopi, Pucangsawit, Solo.

Menurut artikel yang dimuat di Detik.com, salah satu lokasi yang menjadi saksi bisu peristiwa berdarah itu pada tahun 1965 yakni di kawasan Kedung Kopi.

Kawasan Kedung Kopi ini lokasinya ada di bibir Bengawan Solo di Kelurahan Pucangsawit, Jebres. Menurut artikel yang dimuat Detik.com, sedikitnya ada 23 korban yang dihabisi oleh pendukung PKI. Mereka yang jadi korban itu dibantai dengan keji tepatnya di malam tanggal 22 Oktober 1965.

Usman Amirodin yang ketika itu masih muda, adalah saksi mata kekejaman PKI. Dia masih ingat betul bagaimana mencekamnya Kota Solo pada bulan Oktober tahun 1965, pasca meletusnya peristiwa Gerakan 30 September di Jakarta ada awal Oktober 1965.

Usman dalam kesaksiannya saat diwawancarai Detik.com mengatakan sejak adanya informasi mengenai pembunuhan para jenderal di Jakarta, keesokan harinya baru tahu kalau yang melakukan itu adalah PKI. Ketika itu kata Usman, Kota Solo yang merupakan basis PKI di Jawa Tengah situasinya begitu mencekam

Kata Usman, mencekamnya situasi di Solo sudah terasa sejak tanggal 1 sampai 22 Oktober 1965.

Sampai akhirnya puncak ketegangan terjadi pada hari Jumat 22 Oktober 1965. Ketika itu kata Usman, pada sore hari sejumlah pemuda melakukan aksi demonstrasi di pusat kota yakni di kawasan Nonongan. Selain aksi, pemuda juga membakar rumah dan toko-toko milik PKI atau pun yang pro PKI.

Tidak lama setelah itu, kata Usman, datang oknum aparat yang meminta kelompok itu berkumpul ke Balai Kota Solo sembari menyampaikan bahwa permasalahan ini sudah selesai.

Masih menurut Usman, tanpa berpikir panjang, sekelompok pemuda yang melakukan aksi di sore hari itu mengikuti petunjuk dari aparat tersebut dan berbondong-bondong pergi ke arah balai kota.

Namun, kata Usman, sesampainya di Gladag, tepatnya di depan gereja, dari arah timur ada tembakan membabi-buta mengarah pada kelompok demonstran itu. Usman ketika itu ikut dalam kelompok tersebut.

Terang saja, tembakan membabi buta ini membuat para peserta aksi lari kocar kacir berusaha menyelamatkan diri. Yang ada di barisan depan pun tidak sempat mengelak dari tembusan peluru tajam yang mengarah padanya.

"Waktu itu saya berada di barisan belakang dan berhasil menyelamatkan diri dengan bersembunyi di percetakan yang terkenal waktu itu sekarang (gedung) BCA. Ada yang meninggal di lokasi kalau tidak salah enam atau tujuh orang," ungkap Usman dalam kesaksiannya.

Menurut Usman, ternyata itu hanya jebakan. Waktu itu para peserta aksi belum berpengalaman. Apalagi yang menyuruh dari militer dan bisa dipercaya.

Usman yang juga penulis Solo Berdarah' itu mengungkapkan, situasi ketika itu sangat mencekam. Bahkan dirinya tidak berani keluar dari persembunyiannya sebelum kondisi benar-benar aman.

Usman pun dengan mata kepala sendiri melihat bagaimana peluru berdesingan di depan matanya. Dia menggambarkan desingan peluru itu layaknya kembang api yang dilontarkan.

Barulah setelah memastikan kondisi aman, Usman kembali ke rumahnya di Kusumoyudan, Keprabon. Waktu itu, kata Usman, PKI di Solo sangat kuat. Karena memang wali kota Solo waktu itu, Utomo Ramelan juga seorang PKI.

"Di malam harinya korban yang tewas ditembak di Gladag dibawa ke Kedung Kopi. PKI juga melakukan penghadangan di timur Pasar Gede dan menangkap sejumlah orang dan dibawa juga ke Kedung Kopi," kata Usman.

Masih menurut Usman, mereka yang tertangkap, disiksa dan dibunuh di Kedung Kopi. Kekejaman PKI terlihat ketika mengetahui kondisi para korban begitu memilukan karena mendapat berbagai penyiksaan.

Kata Usman, totalnya ada 23 korban kekejian PKI yang dibantai di Kedung Kopi. Dari jumlah tersebut, 22 diantaranya merupakan warga Solo dan satu orang lainnya merupakan warga Klaten. Nama-nama korban pembantaian PKI seperti ditulis di buku 'Solo Berdarah' di antaranya Soeyatno, Munawi, Ali Imron, Soemowo, Djoko Sasono, Soekamto, M Basrowi, M Miftah, Bachrum, Basoeki, Permadi, Soegiarto, Soemarko, Soeparno, Salim Bin A Sungkar, Abdul Khanan, Sartono, Antonius Soetopo, Soegeng, Alwi Hasan, Soejadi, Moeharto dan warga Klaten bernama Soetrisno.

Видео Saksi Mata Kekejaman PKI di Bibir Sungai Bengawan Solo канала Intel Melayu
Страницу в закладки Мои закладки
Все заметки Новая заметка Страницу в заметки