Загрузка страницы

WAYANG KULIT, KI TIMBUL HADI PRAYITNO LAKON BANGUN CANDI SAPTO RENGGO 4

WAYANG KULIT, KI TIMBUL HADI PRAYITNO LAKON BANGUN CANDI SAPTO RENGGO 4
BIODATA KI TIMBUL HADI PRAYITNO (I)
Ki Timbul lahir di Plandi (Jenar), Bagelen, Purworejo, Jawa Tengah, pada tanggal 21 September 1934. Ki Timbul adalah putra dari seorang dhalang, yaitu Ki Widiguno (Gunowasito). Ibu dari Ki Timbul Hadi Prayitno adalah Nyi Sinah, yang merupakan anak dari seorang Dalang dari daerah Bantul, Yogyakarta, bernama Ki Proyo Wasito. Setelah ditinggal wafat oleh ayahya, Ki Timbul yang masih relatif dini usianya, lalu hidup dengan kerabatnya, seorang dalang dari daerah Sentolo, Kulonprogo, yaitu Ki Widiprayitno (Widi Regut). Ketika hidup menumpang di kediaman Ki Widiprayitno inilah, Ki Timbul pertama kali mendapat pengetahuan awal ilmu pedalangan dan cara membuat wayang kulit.
Dikarenakan suatu hal, Ki Timbul lalu meninggalkan Sentolo, Kulonprogo dan mengikuti kakak perempuannya yang bernama Nyi Sariyem. Bersama Nyi Sariyem, Ki Timbul selalu diajak untuk mengamen menggunakan instrumen gamelan Gender Barung. Setelah jaman kemerdekaan, Ki Timbul mengikuti kakak iparnya, yaitu Ki Widi Tupar. Di tempat itulah Ki Timbul mendapat pematangan dalam cara menatah dan menyungging wayang. Pada usia 16 tahun, Ki Timbul berguru kepada Ki Atemo Parjan untuk mendalami tari Jawa (Beksan Pedhalangan).
Pengembaraan Ki Timbul berlanjut dengan mengikuti (menumpang hidup kepada) seorang petani kaya di daerah Kelabu (Kali Abu), yang mempunyai koleksi gamelan dan wayang, bernama Mbah Iro. Ki Timbul hidup di kediaman Mbah Iro hingga menginjak masa dewasa.
Pada tahun 1950an, Ki Timbul mengikuti Ki Dalang Cermo Sidi (paman dari garis keturunan ibu) dari Sanden, Bantul. Di tempat inilah, Ki Timbul mendapat kesempatan untuk mendalang di waktu siang hari. Ki Timbul mulai mengasah kemampuannya dalam belajar mendalang. Di sela-sela waktu tidak mendalang, Ki Timbul membuat wayang hingga genap satu kotak wayang.
Perjalanan Ki Timbul dilanjutkan dengan mengikuti seorang petani kaya di daerah Pundong, Bantul, bernama Mangku Darsono. Pada sekitar tahun 1953, atas perkenan Mangku Darsono, Ki Timbul diangkat sebagai anak. Selama tinggal di Pundong inilah, Ki Timbul mulai sering mendapat undangan pentas wayang kulit di malam hari. Ki Timbul melengkapi nama tenarnya menjadi Ki Timbul Hadi Prayitno. Untuk menambah pengetahuannya tentang lakon wayang, teknis mendalang, dan ilmu pedalangan yang lain, Ki Timbul Hadi Prayitno berguru kepada Ki Adi Sariyo (Dalang di daerah Jodog, Bantul, dan terhitung masih saudaranya). Ki Timbul Hadi Prayitno juga mengikuti kursus mendalang di Kraton Yogyakarta, yaitu Habirandha.
Mulai awal tahun 1955, Ki Timbul Hadi Prayitno sudah mulai kewalahan dalam menjalankan undangan pentas mendalang. Di sela-sela waktu tidak mendalang, Ki Timbul Hadi Prayitno menambah pengetahuan dengan melihat pertunjukan yang dibawakan oleh dalang lain, antara lain ; Ki Cermo Parjan (Mantup, Bantul), Ki Cermo Bancak (Kadipiro, Bantul), Ki Hadi Kasemo, Ki Gondo Margono (Sorogenen, Sleman), dan lain sebagainya.
Kepiawaian Ki Timbul Hadi Prayitno dalam mendalang semakin terdengar di khalayak banyak. Pada tahun 1966, Ki Timbul Hadi Prayitno pertama kali diundang untuk pentas wayang kulit di Kagungan Dalem Gedhong Sasana Hinggil Dwi Habad Kraton Yogyakarta. Pementasan itu disiarkan langsung oleh RRI Nusantara II Yogyakarta. Semenjak peristiwa itulah, nama Ki Timbul Hadi Prayitno semakin terkenal sampai di luar wilayah Yogyakarta.
Ki Timbul Hadi Prayitno menerima tawaran untuk mengadakan rekaman kaset wayang kulit pada tahun 1969 sampai 1975. Semenjak tahun 1970an, Ki Timbul Hadi Prayitno sudah menerima tawaran sebagai seorang dalang ruwatan. Hingga akhir hayatnya, Ki Timbul Hadi Prayitno masih dipercaya masyarakat sebagai seorang dalang ruwat. Membaca adalah kegemaran utama Ki Timbul Hadi Prayitno. Tidak hanya itu, Ki Timbul Hadi Prayitno juga rajin mendengarkan kaset wayang kulit oleh dalang idolanya, yaitu Ki Narto Sabdo.
Pementasan wayang Ki Timbul Hadi Prayitno sebenarnya adalah campuran dari perjalanan dan petualangannya mengikuti gaya pewayangan dalang-dalang kondang. Kepiawaiannya dalam mengolah berbagai sumber yang direngkuhnya, itulah sebenarnya yang menjadi ciri khas dan gaya individual yang dimilikinya. Tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa gaya pewayangan Ki Timbul Hadi Prayitno adalah epigon dari gaya pewayangan dalang lain.
Ki Timbul Hadi Prayitno mendalang terakhir pada tanggal 13 April 2011, tetapi hanya sampai pukul 24.15, karena kesehatannya terganggu, kemudian dilanjutkan oleh salah satu putranya. Ki Timbul Hadi Prayitno wafat pada hari Selasa Pon, tanggal 10 Mei 2011 di rumah Panjangjiwo, Patalan, Jetis, Bantul, Yogyakarta.
Diolah dari berbagai sumber, baik lisan maupun tulisan
Oleh Ketua Paguyuban Dalang Muda Yogyakarta “SUKRA KASIH”
Tertanda
Ki Sumanto Susilomadyo
Yogyakarta, 27 Maret 2017
https://www.facebook.com/171041283735/posts/sejarah-ki-timbul-hadi-prayitno/10154612533368736/

Видео WAYANG KULIT, KI TIMBUL HADI PRAYITNO LAKON BANGUN CANDI SAPTO RENGGO 4 канала Hati Matahari
Показать
Комментарии отсутствуют
Введите заголовок:

Введите адрес ссылки:

Введите адрес видео с YouTube:

Зарегистрируйтесь или войдите с
Информация о видео
28 октября 2018 г. 13:18:41
00:59:54
Яндекс.Метрика