Загрузка страницы

Babad Tanah Jawa Pancuran Candi Belahan Peninggalan Airlangga

Pancuran Candi Belahan Peninggalan Airlangga

Terakhir tahun 1035 Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarma raja Wengker yang pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa namun kemudian mati dibunuh rakyatnya sendiri.

Masa Pembangunan

Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti peninggalannya antara lain:

Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036
Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.
Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat Surabaya sekarang.
Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.
Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.
Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha.

Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.

Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta. Menurut Serat Calon Arang ia kemudian bergelar Resi Erlangga Jatiningrat, sedangkan menurut Babad Tanah Jawi ia bergelar Resi Gentayu. Namun yang paling dapat dipercaya adalah prasasti Gandhakuti (1042) yang menyebut gelar kependetaan Airlangga adalah Resi Aji Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana.

Menurut cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci. Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035) adalah Sanggramawijaya Tunggadewi.

Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra keduanya yang bernama Marakata sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik yang lain yaitu Anak Wungsu.

Airlangga terpaksa membagi dua wilayah kerajaannya. Mpu Bharada ditugasi menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II.

Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah oleh Sri Samarawijaya. Kerajaan timur bernama Janggala berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan. Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042, Airlangga masih bergelar Maharaja, sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi di antara kedua tanggal tersebut.

Setelah membagi kerajaan menjadi 2 Airlangga Kemudian menjadi pertapa, dan meninggal tahun 1049. Airlangga semasa hidupnya dianggap titisan Wisnu, dengan lancana kerajaan Garudamukha. Sehingga sebuah arca indah yang disimpan di musium Mojokerto mewujudkannya sebagai Wisnu yang menaiki garuda. Prasasti Sumengka (1059) peninggalan Kerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian.

Kolam pemandian yang paling sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan prasasti Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat. Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.

Pada Candi Belahan ditemukan angka tahun 1049. Tidak diketahui dengan pasti apakah tahun itu adalah tahun kematian Airlangga, ataukah tahun pembangunan candi pemandian tersebut. Kisah Airlangga digambarkan dalam Candi Belahan di lereng Gunung Penanggungan. Dalam perkembangannya Kahuripan mempunyai peranan penting pada jaman Kerajaan Janggala dan Majapahit

Kahuripan sebagai Ibu Kota Jenggala

Pada akhir pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya. Calon raja yang sebenarnya, yaitu Sanggramawijaya Tunggadewi, memilih menjadi pertapa dari pada naik takhta. Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membagi kerajaannya menjadi dua, yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama Jenggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mahapanji Gasarakan. Setelah turun takhta, Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa sampai meninggal sekitar tahun 1049.

#babadtanahjawa #peninggalanairlangga #candibelahan

Видео Babad Tanah Jawa Pancuran Candi Belahan Peninggalan Airlangga канала Bakull Pedia
Показать
Комментарии отсутствуют
Введите заголовок:

Введите адрес ссылки:

Введите адрес видео с YouTube:

Зарегистрируйтесь или войдите с
Информация о видео
23 июня 2020 г. 18:00:22
00:07:08
Яндекс.Метрика