Загрузка страницы

Toleransi Jawa Kuno (Indonesia)

Pita yang dicengkram oleh burung garuda bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Kalimat tersebut di ambil dalam Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular pada masa Majapahit. Sejak masa kerajaan-kerajaan kuno di Jawa Tengah sekitar abad ke-8 sampai ke-10, agama Hindu Siwa dan Buddha Mahayana telah hidup berdampingan. Perbedaan candi-candi dari kedua agama tersebut menunjukan bahwa keduannya terpisah satu sama lain, tetapi pada masa itu kedua agama ini saling hidup berdampingan (Edy Sedyawati dalam Dwi Woro Retno dan Hastho Bramantyo, 1993).

Baru pada masa Majapahit ada seorang pujangga yang bernama Mpu Tantular yang memunculkan gagasan untuk menjembatani berbagai aliran agama yang ada di Majapahit pada saat itu. Apa yang dilakukan oleh pemerintahan Majapahit terutama dalam usaha bina negara nampaknya telah memberikan nilai-nilai inspiratif pada sistem pemerintahan masa kemerdekaan Indonesia.

Demi menumbuhkan rasa dan semangat persatuan dan kesatuan serta kebersamaan maka pemerintah Republik Indonesia menggunakan semboyan dalam lambang negara kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Di bawah ini kutipan dari Kakawin Sutasoma yang menjelaskan Bhinneka Tunggal Ika:

”Rwaneka dhatu winuwus wara Buddha Wiswa,”
“bhinneka rakwa ring apan kena parwanosen”
“mangkang Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal”
“bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”
Sutasoma 139:5

Видео Toleransi Jawa Kuno (Indonesia) канала Giri Mataya
Показать
Комментарии отсутствуют
Введите заголовок:

Введите адрес ссылки:

Введите адрес видео с YouTube:

Зарегистрируйтесь или войдите с
Информация о видео
27 января 2021 г. 17:29:08
00:07:09
Яндекс.Метрика